Nasehat para ulama aceh

Allah ta’ala berfirman,


وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui (meliputi) segala apa yang mereka kerjakan.” [Ali Imron: 120]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

يرشدهم تعالى إلى السلامة من شر الأشرار وكَيْدِ الفُجّار، باستعمال الصبر والتقوى، والتوكل على الله الذي هو محيط بأعدائهم، فلا حول ولا قوة لهم إلا به، وهو الذي ما شاء كان، وما لم يشأ لم يكن. ولا يقع في الوجود شيء إلا بتقديره ومشيئته، ومن 
توكل عليه كفاه
“Allah ta’ala membimbing kaum mukminin untuk selamat dari keburukan orang-orang jelek dan makar orang-orang jahat, dengan mengamalkan sabar, takwa dan tawakkal kepada Allah yang Maha Mampu meliputi musuh-musuh mereka, maka tidak ada daya dan kekuatan bagi kaum mukminin kecuali dengan-Nya, Dialah yang kehendak-Nya pasti terjadi, dan yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terjadi, dan tidak ada sedikitpun yang dapat menjadi kenyataan kecuali dengan taqdir-Nya dan kehendak-Nya, maka siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupinya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 2/109]
Demikianlah, apabila Ahlus Sunnah menyibukkan diri dengan ilmu, amal, dakwah maka mereka akan menghadapi berbagai macam musuh yang mesti dihadapi dengan sabar, dan inilah yang sedang dialami saat ini oleh saudara-saudara kita Ahlus Sunnah di Aceh, Lombok dan di berbagai belahan bumi yang lainnya, semoga Allah ta’ala menolong mereka.
Adapun Ahlus Sunnah di Aceh dituduh secara sepihak sebagai aliran sesat dan dibenturkan dengan MPU Aceh, maka berikut ini kami lampirkan jawaban ilmiah para Ustadz Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Salafi Aceh:

PENJELASAN ILMIAH TERHADAP FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH (MPU ACEH)
NOMOR 09 TAHUN 2014
TENTANG: PEMAHAMAN, PEMIKIRAN, PENGAMALAN DAN PENYIARAN AGAMA ISLAM DI ACEH
TIM PENYUSUN:
USTADZ HARITS ABU NAUFAL USTADZ IMAM ABU ABDILLAH USTADZ ADAM ABU RIFKY
BANDA ACEH, SYAWAL 1435 / AGUSTUS 2014

bismillah-apik

Segala puji bagi Allah, al-Malik Al-Haqq, Al-Mubin, yang memberikan kita iman dan keyakinan. Ya Allah, limpahkan shalawat pada pemimpin kami Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam, penutup para nabi dan rasul, dan begitu pula pada keluarganya yang baik, kepada para sahabat pilihan, dan yang mengikuti mereka dengan penuh ihsan hingga hari kiamat.

Amma ba’du,
Diantara kenikmatan yang patut kita syukuri di negeri Aceh ini adalah semakin semaraknya masyarakat yang ingin memahami agama Islam lebih mendalam, karena memang Islamlah satu-satunya solusi untuk mengatasi problematika yang dihadapi oleh kaum muslimin. Terwujudnya hal ini tidak terlepas dari peran dan jasa para ulama yang telah mengorbankan waktu, fikiran, dan tenaga mereka demi terbentuknya masyarakat yang Islami.
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh memiliki peran strategis di dalam meningkatkan pemahaman agama serta membentengi masyarakat terhadap pengaruh pemahaman agama yang menyimpang. Sudah cukup banyak fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MPU Aceh yang sangat bermanfaat bagi masyarakat sehingga kerukunan hidup beragama tetap terjaga dan masyarakat dapat beribadah dengan nyaman.

Terkait dengan fatwa MPU Aceh no. 9 Tahun 2014 tentang pemahaman, pemikiran, pengamalan, dan penyiaran agama Islam di Aceh, kami ucapkan terimakasih atas nasehat dan saran yang termaktub di dalam fatwa tersebut. Nasehat dan saran tersebut semoga dapat menjadi bahan instropeksi dan koreksi bagi kami, dan semoga Allah ‘Azza wajalla memberikan petunjuk kepada kita semua kepada jalan yang benar dan memudahkan kita untuk mengamalkannya.
Setelah kami membaca, mempelajari, dan memahami poin-poin fatwa tersebut, tanpa mengurangi rasa hormat, ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan agar tidak terjadi kekeliruan di dalam memahami apa yang menjadi pendapat kami tentang perkara-perkara yang disandarkan kepada kami. Namun, sebelum kami memberikan klarifikasi, ada baiknya untuk dijelaskan disini apa yang dimaksud dengan salafi, sehingga dapat terwujud persepsi atau pemahaman yang sama terhadap kata tersebut.

Berikut kita tinjau bagaimana penjelasan para ‘ulama dalam hal ini.

a. Berdasarkan Etimologi (bahasa):

Dalam kamus “Lisanul ‘Arab” dijelaskan sebagai berikut : “Salaf”adalah orang-orang yang mendahuluimu, baik ayah dan kakek-kakekmu ataupun karib kerabat yang mereka itu di atasmu dalam umur dan keutamaan.” (lihat Lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur IX/158)
Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepada Fathimah Az-Zahra Radhiyallahu’anha putri Beliau Shallallahu’alaihi wasallam:
“Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) untukmu adalah aku.” (HR. Muslim).

b. Berdasarkan Terminologi (istilah)

Adapun makna Salaf secara terminologi adalah sebagaimana diterangkan oleh para ‘ulama berikut :
Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhaj Al-Imam Asy-Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, I/55).
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah (w. 256 H) – penulis kitab Shahih Al-Bukhari yang disepakati sebagai salah satu kitab rujukan utama oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah – menyebutkan dalam kitab Shahih-nya tersebut : Bab tentang Mengendarai Hewan Yang Kuat dan Kuda Jantan. Rasyid bin Sa’d berkata,
“Dahulu para Salaf menyukai kuda jantan yang ia lebih tangkas dan lebih cepat. Al- Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah – salah seorang ‘ulama besar dari kalangan Syafi’iyyah – menjelaskan makna Salaf pada perkataan Rasyid bin Sa’d di atas, “yaitu dari kalangan para shahabat dan para ‘ulama setelahnya.”

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah juga berkata : Bab Bahwa Salaf dulu menyimpan makanan, daging, dan lainnya dalam rumah- rumah mereka atau dalam safarnya.
Al-Imam ‘Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah (w. 181 H) – salah seorang ‘ulama besar dari kalangan tabi’it tabi’in – juga pernah berkata dihadapan khalayak ramai, “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena sesungguhnya dia telah mencela salaf.” (lihat Muqaddimah Shahih Muslim)

Bolehkah menisbahkan diri kepada salafi?

Asal penamaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam sebagai mana yang telah disebutkan diatas:
“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya.”(Dikeluarkan oleh Bukhâry no. 5928 dan Muslim no. 2450)
Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat dari hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan sesuatu yang telah lama dikenal, akan tetapi karena keterbatasan ilmu dan jauhnya kita dari tuntunan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam , maka muncullah anggapan bahwa manhaj Salaf itu adalah suatu aliran, ajaran, kelompok atau pemahaman baru, dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.
Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya, “Saya telah mendapati sekelompok dari para ulama Salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap (hal tersebut) tidak apa-apa.” Lihat Shahîh Bukhâry bersama Fathul Bâry jilid 1 hal. 342.
Dan berkata As-Suyûthy dalam Lubbul Lubâb jilid 2 hal. 22, “Salafy dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf.”
Setelah kita memahami makna kata diatas dan bolehnya menisbahlkan kepada kata tersebut, berikut penjelasan dari kami terkait dengan beberapa perkara yang disandarkan kepada kami sebagaimana tersebut didalam fatwa MPU Nomor 09 Tahun 2014 Tentang pemahaman,pemikiran, pengamalan dan penyiaran agama islam di Aceh.sofyanruray


Related Posts