Saat saat sakaratul maut baru saja berlalu.
Lalu tiba tiba saja semuanya menjadi berubah. Kini seorang hamba yang telah
dicabut nyawanya telah berada dalam alam lain. Ia berada dalam suatu tempat
yang sama sekali berbeda dengan alam sebelumnya. Sebuah tempat yang teramat
asing telah hadir dalam kehidupannya yang baru. Ia telah berada dalam kehidupan
negeri yang abadi.
Semuanya
benar benar berubah. Semuanya benar benar di luar jangkauan realita. Tak ada
sanak saudara. Tak ada rumah mewah, istana dan harta benda. Semua itu tak ada
lagi artinya. Begitu pula dengan pangkat dan jabatan dunia. Semuanya telah
sirna ditelan masa. Tidak ada yang dapat menolong dan memberikan kekuatan
mental di negeri yang teramat asing itu. Sungguh, kini ia berada dalam kondisi
yang benar benar membingungkan dan mencengangkan.
Lalu
betapa kuatnya keinginan untuk berlari dari negeri yang teramat asing dan
menyeramkan itu. Ia ingin segera hengkang dan keluar dari cengkeraman
kengerian. Namun semuanya hanyalah sia sia. Sungguh, tak ada sejengkal-pun
tempat dan tak sedetik pun waktu untuk berlari dari negeri yang abadi itu.
Namun
bagi hamba hamba allah yang benar benar beriman dan beramal shalih, segala
bentuk keterasingan dan suasana mencekam tidaklah berlaku. Mungkin ada perasaan
berdebar-debar. Mungkin ada keterpukauan dan keterpesonaan yang
menghentak-hentak dan mengguncang jiwanya. Hal itu teramat wajar, mengingat
gambaran kehidupan negeri abadi itu sungguh di luar jangkauan pemikiran
sebelumnya. Ketika di dunia, ia pernah membaca ayat-ayat alqu’an dan hadits
hadits nabi berkaitan dengan kehidupan setelah kematian. Dengan segenap
keimanan di dada, ia mempercayai seratus persen tentang kehidupan setelah
kematian. Dengan segenap keimanan di dada, ia mempercayai seratus persen
tentang kehidupan negeri abadi. Kini apa yang diyakininya benar-benar menjadi
kenyataan. Ia kini telah berada di negeri abadi yang sering didustakan oleh
sebagian umat manusia bahkan menjadi beban keraguan bag mereka yang sangat
tipis imannya.
Kini
segala dusta dan keraguan itu telah sirna. Mereka yang pernah mendustakan dan
meragukan tentang adanya negeri abadi benar benar terperangah. Dulu mereka
sering menganggap orang orang beriman dan orang orang yang rajin beribadah itu
sebagian orang yang dungu dan bodoh. Orang yang rajin sholat dianggap bodoh dan
tolol. “payah,ngabisin waktu dan tenaga saja!” umpatnya kepada orang orang yang
rajin shalat dan puasa.
“cape
cape shalat subuh,mendingan tidur. Dasar orang bodoh!” hardiknya dalam hati.
“hidupnya
itu harus dinikmati sepuas-puasnya. Kalau sudah mat, tak ada kesempatan lagi.
Ayo, mumpung masih hidup. Kalau sudah mati, ya sudah. Jadi mayat, jadi tulang
belulang. Selesai. Mana ada orang mati hidup lagi?! Mana ada malaikat
penyiksa?! Mana ada negeri akhirat?! Semua hanyalah dongeng dari orang orang
bodoh dan dungu!”
Dulu
ia mempunyai anggapan dan pemikiran seperti itu.ia pernah menganggap orang oran
yang rajin beribadah sebagai orang orang yang bodoh dan dungu. Ternyata ia
keliru. Bukan mereka yang bodoh, tetapi ia sendiri yang bodoh,tolol,dungu,dan
tersesat. Sungguh,orang orang yang beriman dan beramal saleh adalah orang orang
yang pintar dan penuh perhitungan. Mereka adalah orang orang yang berhak
mendapatkan pujian dari allah s.w.t melalui firmannya:
“sesungguhnya
orang orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik
baik makhluk.”(Q.s Al Bayyinah [98]:7)
Bagi
orang orang yang beriman dan beramal saleh, negeri abadi adalah sebuah harapan
terindah dalam perjalanan hidupnya. Kini harapan tersebut benar benar menjadi
kenyataan. Sungguh, kebahagian ini tak dapat dibeli, dunia dan seisinya tak
dapat untuk membeli kebahagiaan yang abadai dan sempurna ini.
Sebaliknya,
bagi orang orang kafir dan kaum yang zalim, negeri abadi adalah sebuah realita
terburuk dalam perjalanan hidupnya. Bagi mereka, negeri abadi adalah sebuah
tempat penyesalan yang tak ada habis habisnya. Sungguh, bagi mereka negeri
abadi adalah suatu prosesi penderitaan yang tak berujung. Begitu frustasinya
mereka,hingga mereka mempunyai keinginan untuk menjadi tanah atau debu yang tak
berguna. Gambaran memilukan ini dapat direnungkan dalam firmannya,
“sesungguhnya
kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat,pada hari
manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir
berkata, “alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (Qs.An-Naba’
[78];40)
Sungguh,
negeri akhirat adalah puncak kenikmatan bagi orang orang yang berman dan
beramal shalih. Sebaliknya, negeri akhirat adalah puncak penyesalan bagi orang
orang kafir dan yang zhalim.