Pertempuran Hunain
adalah pertempuran antara Muhammad dan pengikutnya melawan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif pada tahun 630 M atau 8 H, di sebuah pada salah satu jalan dari Mekkah ke Thaif. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan telak bagi kaum Muslimin, yang juga berhasil memperoleh rampasan perang yang banyak. Pertempuran Hunain merupakan salah satu pertempuran yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu surat At-Taubah 25-26.
Latar belakang
Suku Hawazin dan para sekutunya dari suku Tsaqif mulai menyiapkan
pasukan mereka ketika mengetahui bahwa Nabi Muhammad dan tentaranya
berangkat dari Madinah menuju Mekah, yang ketika itu masih dikuasai kaum kafir Quraisy.
Persekutuan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif berniat akan
menyerang pasukan Nabi Muhammad ketika sedang mengepung Mekkah. Namun, penaklukan Mekkah
berjalan cepat dan damai. Nabi Muhammad pun mengetahui maksud suku
Hawazin dan Tsaqif, dan memerintahkan pasukan beliau bergerak menuju
Hawazin dengan kekuatan 12.000 orang, terdiri dari 10.000 Muslim yang
turut serta dalam penaklukan Mekkah, ditanbah 2.000 orang Quraisy Mekkah yang baru masuk Islam.Hal ini terjadi sekitar dua minggu setelah penaklukan Mekkah, atau empat minggu setelah Nabi Muhammad meninggalkan Madinah. Pasukan kaum Badui terdiri dari suku Hawazin, Tsaqif, bani Hilal, bani Nashr, dan bani Jasyam.
Jalannya pertempuran
Saat pasukan muslim bergerak menuju daerah Hawazin, pemimpin kaum Badui Malik bin Auf al-Nasri
menyergap mereka di lembah sempit yang bernama Hunain. Kaum Badui
menyerang dari ketinggian, menggunakan batu dan panah, mengejutkan kaum
Muslimin dan menyulitkan organisasi serangan kaum Muslimin. Pasukan
Muslim mulai mundur dalam kekacauan, dan tampaknya akan menderita
kekalahan. Pemimpin Quraisy Abu Sufyan yang ketika itu baru masuk Islam, mengejek dan berkata "Kaum Muslimin akan lari hingga ke pantai".
Pada saat kritis ini, sepupu Nabi Muhammad Ali bin Abi Thalib dibantu pamannya Abbas mengumpulkan kembali pasukan yang melarikan diri, dan organisasi kaum Muslimin mulai terbentuk kembali.
Hal ini juga dibantu dengan sempitnya medan pertempuran, yang
menguntungkan kaum Muslimin sebagai pihak bertahan. Pada saat ini,
seorang pembawa bendera dari kaum Badui menantang pertarungan satu-lawan-satu. Ali menerima tantangan ini dan berhasil mengalahkannya. Nabi Muhammad lalu memerintahkan serangan umum,
dan kaum Badui mulai melarikan diri dalam dua kelompok. Kelompok
pertama nantinya akan kembali berperang melawan kaum Muslim dalam pertempuran Autas, dan sisanya mengungsi ke Thaif, dan nantinya akan dikepung oleh kaum Muslim.
Kelanjutan
Pasukan muslim berhasil menangkap keluarga dan harta benda dari suku
Hawazin, yang dibawa oleh Malik bin Aus ke medan pertempuran. Rampasan
perang ini termasuk 6.000 tawanan, 24.000 unta, 40.000 kambing, serta
4.000 waqih perak (1 waqih = 213 gram perak).
Pertempuran ini mendemonstrasikan keahlian Ali bin Abi Thalib dalam
mengorganisir pasukan dalam keadaan terjepit. Pertempuran ini juga
menunjukkan kemurahan hati kaum Muslimin, yang memperlakukan tawanan
dengan baik dan membebaskan 600 diantaranya secara cuma-cuma. Sisa
tawanan ditahan dalam rumah-rumah khusus hingga berakhirnya Pengepungan Thaif.
Melihat kenyataan tersebut, Rosulullah saw segera memperingatkan yang lain agar bertobat dan minta ampun, Selain itu beliau juga menyerukan agar niat mereka yang berperang untuk mendapatkan harta rampasan, mengubahnya dengan niat menegakkan agama. Berkat pertolongan Allah SWT yang menurunkan balatentara yang terdiri dari para malaikat, keadaan menjadi terbalik. Pasukan Muslim dapat dengan leluasa menguasai medan. Pasukan Kafir akhirnya lari tunggang- langgang. Dan kemenangan dapat diperoleh dengan gampang.
Al-Qur’an menerangkan peristiwa Perang Hunain sebagai berikut, "Sungguh Allah telah menolong kamu di medan pertempuran yang banyak, dan pada Hari Hunain, ketika itu Kamu sombong karena banyaknya jumlahmu, maka (jumlah yang banyak itu) tidaklah dapat menolongmu sedikit pun. Dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu (terpaksa) mundur ke belakang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rosul-Nya dan kepada orang-orang mukmin serta Allah menurunkan bala tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah mengazab orang-orang kafir. Demikianlah balasan kepada orang-orang kafir." (QS. 9/At Taubah:: 25-26)
Pada perang inilah Pasukan Muslim mendapatkan banyak harta rampasan yang kesemuanya itu dimanfaatkan oleh Rosulullah saw. untuk syiar Islam.
Ini merupakan pengkhianatan yang terkenal. Alangkah banyaknya
pengkhianatan sebelum Islam, dan alangkah banyaknya orang yang
mengkhianati orang lain, jika dia tidak kuat imannya dan benar
akidahnya, tidak berpegang teguh kepada agamanya yang lurus dan tidak
membanggakan ajaran agamanya yang berasal dari Allah, yang mana pangkat
dan jabatan menjadi rendah di hadapan-Nya. Banyak kita dapatkan sebagian
orang yang secara sukarela tunduk kepada musuh-musuh mereka dan
mengkhianati bangsa dan agamanya karena kecintaannya terhadap harta dan
jabatan yang fana dari hal-hal yang bersifat duniawi.
Inilah kabilah Hawazin yang bersama Bani Tsaqib dan lainnya dari
kabilah Arab yang termakan api kecemburuan, kedengkian dan kebencian
terhadap Rasulullah Saw dan kaum muslimin. Mereka berkumpul di bawah
pimpinan mereka, Malik bin Auf An-Nadhiri, dan mereka bersama Bani
Jasyam, Bani Sa’ad bin Bakar dan Auza’ dari Bani Hilal, dan sejumlah
orang dari Bani Amru bin Amir dan Aun bin Amir. Mereka kemudian
bersekongkol untuk berkhianat, dan mengerahkan segala-galanya untuk
menyukseskan rencana mereka.
Mereka mengerahkan kekuatan mereka dan persenjataan yang mereka
miliki untuk memerangi musuh bangsa Arab, seperti bangsa Persia, bangsa
Romawi, dan Yahudi. Pada saat itu, sejarah menorehkan goresan tintanya
untuk mencatat kebaikan mereka dan pujian baik bagi mereka selamanya.
Akan tetapi, sangat disayangkan mereka mengerahkan kekuatannya untuk
memerangi saudara-saudara mereka yang tida berdosa. Namun, Allah tetap
menerangi hati mereka dengan cahaya Islam dan iman, dan menganugerahkan
kepada mereka sebaik-baiknya makhluk, pemimpin para nabi dan rasul, dan
pemimpin manusia secara keseluruhan, Muhammad, Rasulullah Saw.
Dulu, Thaif dikenal dengan sebutan Hunain. Pada perang ini, kaum
muslimin terpedaya dengan jumlah mereka yang banyak, hingga salah
seorang dari mereka berkata, “Kita tidak akan pernah kalah sekarang,
karena jumlah kita tidak sedikit.” Perang mulai berkobar di waktu pagi,
lembah yang dikenal dengan sebutan lembah Hunain. Sedangkan kabilah
Hawazin dan sekutunya telah mempersiapkan diri di lembah yang lain, dan
berhadap-hadapan, tanpa ada main belakang, culas, dan berkhianat.
Kadang-kadang juga didahului dengan genderang perang, sehingga tidak ada
di antara dua kelompok yang berperang yang saling mendahului. Akan
tetapi para pengkhianat telah mendahului kaum muslimin dan segara
menyerang dengan panah kepada
mereka serta menebaskan pedang. Sedangkan tentara kaum muslimin belum
bersiap dan memegang peralatan perangnya. Akibat dari pengkhianatan
ini, kaum muslimin terpaksa mundur dalam keadaan kalah, dan dihantui
perasaan takut.
Anda dapat membayangkan sendiri bagaimana posisi yang sangat sulit
ini, dan bagaimana pengkhianatan itu dilakukan sehingga membahayakan
kaum muslimin, dan akhirnya mereka menyerah mundur akibat pengkhianatan
yang tiba-tiba ini. Pada saat itu, hanya sedikit di antara tentara Islam
yang bertahan bersama Nabi Saw. Ada yang mengatakan, “Jumlah mereka
yang bertahan bersama Nabi Saw adalah seratus orang.” Ada yang
mengatakan “Delapan puluh orang, di antaranya Abu Bakar, Umar, Ali,
Al-Abbas, Al Fadhl bin Al-Abbas, Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul
Muthalib, ana paman Nabi Saw, Aiman bin Ummi Aiman, Usamah bin Zaid, dan
lainnya. Dalam perang ini, kaum muslimin mendapatkan cobaan yang luar
biasa, sehingga mereka berada dalam posisi yang sangat sulit, yang
mereka alami dalam hidup mereka dan sepanjang peperangan yang mereka
melawan kemusyrikan dan kaum musyrik, dan dalam melawan kekufuran dan
orang-orang kafir.
Akan tetapi, siapa yang mampu menghadapi keadaan yang sesulit ini,
dan siapa yang mampu menjalani kesengsaraan yang luar biasa yang
disebabkan oleh pengkhianat yang sadis ini, selain orang yang paling
berani di antara yang pemberani, yaitu pemimpin umat manusia yang secara
keseluruhan, makhluk terbaik secara mutlak, pemimpin para nabi dan
rasul, Muhammad Saw. Beliau telah menyikapi keadaan ini dengan hati yang
kuat dan sikap cepat, tanggap dan benar. Beliau juga memanggil kaum
muslimin dengan suara yang kuat, seraya bersabda, “Berkumpullah kepadaku
wahai hamba-hamba Allah. Berkumpullah kepadaku, ini aku Rasulullah!”
Beliau menyampaikan sabdanya yang kekal, “Aku nabi dan tidak pernah
berdusta. Aku anak Abdul Muthallib.”
Nabi Saw kemudian menyuruh pamannya Al-Abbas untuk memanggil kaum
muslimin dengan suara yang lantang dan mengajak mereka agar kembali ke
medang perang dan tetap bersama Nabi Saw, sehingga keadaan begitu cepat
berubah dan tersingkaplah tabir mendung itu, serta lenyaplah kesulitan
dan pengkhianatan itu. Pengkhianatan kaum musyrik akhirnya gagal dan
kaum muslimin tetap berada di sekitar Rasulullah Saw. Kalaupun ada di
antara mereka yang meninggal dunia, akan tetapi mereka telah menjual
diri dan jiwa mereka di jalan Allah dengan keberanian yang tidak pernah
ada tandingannya dalam sejarah. Keadaan kaum muslimin begitu cepat
berubah, dari kalah menjadi menang. Mereka berhasil membunuh musuh dan
menahan yang masih hidup. Mereka juga berhasil memberikan pelajaran
berharga kepada musuh, berkat ketabahan Nabi Saw.
Pada perang itu, sebanyak enam ribu orang dari pihak musuh menjadi
tawanan kaum muslimin. Di antaranya terdapat pemimpin mereka, Malik bin
Auf An-Nadhri, yang pada suatu saat nanti memeluk agama Islam.
sumber artikel : kisahislami