Kota basrah/Apa Itu Basrah


Basrah 

               Basrah merupakan salah satu kota pusat peradaban Islam pada masa awal Islam. Bashrah dan Kufah merupakan dua kota kembar yang didirikan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 H. Dua kota ini dirancang oleh Umar bin Khattab menjadi mu’askar, pusat pendidikan dan pelatihan militer. Khalifah Umar bin Khattab memilih Bashrah dan Kufah untuk menjadi mu’askar dengan pertimbangan yang berikut: a) Dua kota ini berudara sejuk dengan nuansa yang berbeda dengan nuansa padang pasir pada umumnya. b) Secara geopolitik, Bashrah dan Kufah berada di ujung Timur Jazirah Arabia yang berbatasn langsung dengan Persia. Menempatkan militer di dua kota ini sangat strategis untuk menjaga perbatasan, sekaligus mempelajari bahasa, budaya, tradisi lokal dan penguasaan medan guna menyebarkan Islam ke wilayah Asia Tengah. Hanya membutuhkan waktu tiga tahun, Khalifah Umar bin Khattab berhasil menguasai Persia dalam Perang Qadisiyah yang terjadi pada tahun 20 H.



                

                Bashrah dan Kufah berkembang menjadi kota ilmu dan pendidikan. Bashrah berkembang menjadi pusat pendidikan spiritual para sufi dengan Hasan al-Bashri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah sebagai tokoh centralnya; sedangkan Kufah tumbuh menjadi kota pusat kajian fiqh, hukum Islam. Hasan al-Bashri menjadi guru besar di Masjid Agung Bashrah yang memposisikan dirinya sebagai ulama independent yang gigih mereformasi etika dan moral para pejabat Negara waktu itu yang bergaya hedonism agar kembali meneladani kesederhanaan Rasulullah saw dan para khulafâ` al-râsyidîn. Perjuangan Hasan al-Bashri menjadi pendulum bagi kejatuhan rezim Bani Umayah pada 749 M, namun rezim yang baru, Bani Abbas kembali meneruskan budaya hedonism rezim lama. Bashrah kembali menjadi pusat oposisi moral yang tangguh terhadap rezim yang korup dan bergaya hedonism.

        Bashrah pun menjadi saksi atas perjuangan Rabi’ah al-Adawiyah menghadapi kekejaman human trafficking yang menjadikan dirinya hamba sahaya dan mengalami tragedi kemanusiaan. Ia menjadi sufi perempuan pertama yang kontribusinya dalam tasawuf cukup penting. Jika pada masa Hasan al-Bashri (w. 110 H), tasawuf hanya dunia laki-laki, Rabi’ah membuktikan bahwa tasawuf itu juga dunia perempuan. Rabi’ah pun membuktikan bahwa tasawuf itu dunia seni dan sastra hingga melahirkan rintisan sastra sufi. Rabi’ah menyadarkan manusia bahwa tasawuf itu bukan hanya dunia para ulama, tetapi juga dunia setiap insan yang mencari dan membutuhkan Allah. Ia membawa tasawuf pada pengalaman asketis, cemas dan cinta sejati pada Allah.
 

Related Posts